Hai

Hai

Jumat, 08 November 2013

Special Coffee

Aku terdiam di sudut meja nomor 5. Menyesapi vanilla latteku yang sudah di antar oleh pramusaji. Beberapa sudut tempat ini memang tidak berubah sejak 3 tahun yang lalu. Susunannya, dekorasinya, bahkan mesin pembuat coffee masih tetap. Sama. Tak ada yang berubah. Aku mengulas senyum sambil membaca novel yang daritadi sudah terbuka dan terpegang ditangan kananku. Hujan tampaknya tak mau berteman denganku saat ini. Ia menumpahkan semua peluhnya. Yang berhasil kulihat dari jendela kafe ini, ada banyak orang yang memakai payung hari ini. "Merah, kuning, biru, putih....ah ungu.."kataku pelan menyebutkan warna terakhir payung tersebut. Ungu, ya perlahan aku mengingatnya kembali.

Dulu, aku pernah punya teman. Pria. Oh, apa aku harus bilang dia laki-laki? Ah sama aja, yang terpenting orang itu....hm aku harus mulai darimana. Baiklah, dulu aku pernah punya teman, pria, umurku dengannya hanya terpaut 2 tahun. Aku ketika itu 21 tahun. Sedangkan temanku, eh maksudku pria itu 23 tahun. Muda, baik hati, tampan, dan....apa aku harus menjelaskan pandangan terakhirku? Yang benar saja. Kau pasti tahu, kriteria umum dari seorang pria yang diidam-idamkan wanita, bukan?

Aku bertemu dengannya saat hujan juga, dan aku pun bertemu karena dia teman kakak iparku, Sebastien. Kau tahu? Sebastien itu orang yang...ugh menyebalkan. Di saat kau harus tidur siang dengan nyenyak, di flatmu,eh apa aku sudah menceritakan jika aku tinggal di Paris? Ya, aku bekerja sebagai penyiar radio.Kata pembimbingku, aku punya bahasa yang benar-benar rapi dan bagus. Bahkan suaraku juga merdu, terserah kau kalau tak percaya, tapi memang benar. Ah iya, sampai mana tadi? Ketika kau harus tidur siang dengan nyenyak diflatmu, setiap harinya selalu ada yang mengganggu jam terbebasmu itu. Ya,kakak iparmu dan dia minta di antar ke sana kemari, yang bahkan bisa membuat suara merduku habis. Percayalah, kalau kau punya kakak ipar seperti kakak iparku pasti sudah menaruh tangan di pinggang dan berkata "Hei,aku lelah, aku ingin istirahat. Kau pikir aku porselen yang bisa diisi baterai?".
Maklum, kakak iparku ini tidak tinggal di Paris.....

To be continued....

Kamis, 07 November 2013

Malam Jum'at

Seseorang pernah berkata kepadaku " Lebih baik pernah mencintai daripada tidak pernah mencintai sama sekali". Ya banyak sekali yang berkata seperti itu. Ada juga "Lebih baik dicintai, daripada mencintai. Karena kita tidak tahu orang itu juga membalas perasaan kita atau tidak, sedangkan dicintai itu maknanya kita hidup abadi di hati seseorang..."

Kupikir memang benar. Kita tidak tahu orang itu benar-benar punya perasaan yang sama dengan kita bukan? Aku juga merasakannya. Setiap orang -maksudku, orang tertentu- pasti pernah merasakan ini. 

Waktu aku bertemu dengan temanku dulu, aku sedikit menyinggung tentang ini. 

"Ah ya, kalo kamu disuruh milih, kamu pilih yang mana antara mencintai atau dicintai?" akunya. 
"Yah, pertanyaanmu hm. Kalo aku mending dicintai." temanku berkata.
"Kenapa? Bukannya sama-sama merasakan cinta kan? Alasannya?" aku lagi.
"Coba aja, kamu mencintai seseorang,tapi orang itu sama sekali gak tau, dan paling parah gak mau tau tentang kamu. Sakit kan? Dicintai... orang lain menempatkan kita di hati mereka, entah sampai kapan kita disana, tapi kita beruntung pernah ada disana. Mencintai sama dicintai sama-sama kata kerja. Tapi maknanya dihati itu beda..." kata temanku.
Aku terdiam.